Budaya Jawa memiliki banyak ragam kebudayaan didalam masyarakat Jawa.
Budaya Jawa yang sudah mengakar mempunyai 3 keutamaan (menurut
Wikipedia) yaitu Keseimbangan, Keselarasan dan Keserasian. Tiga
keutamaan tersebut mengambarkan adanya keharmonisan dalam kehidupan
yaitu antara alam dan makhluk hidup.
Budaya Jawa atau kebudayaan Jawa yang ada di pulau Jawa ini menjadi
sangat unik dengan keanekaragaman budayanya, budaya Jawa Barat dengan
budaya Jawa Tengah ada perbedaan, namun memiliki tujuan yang sama.
Demikian juga dengan budaya yang ada di Jawa Timur, namun demikian
apabila kita runut akan mendapat satu tujuan utama, yaitu keseimbangan,
keselarasan dan keserasian dalam kehidupan ini untuk mencapai kehidupan
yang akan datang (setelah mati)
Budaya Jawa banyak dipengaruhi dengan ajaran – ajaran Hindu, Budha
dan Islam. Seperti yang kita lihat dalam keseharian kita, di tengah
masyarakat Jawa masih melakukan kenduri, dimana hal tersebut merupakan
budaya yang telah terjadi percampuran, baik budaya asli Jawa, Hindu,
Budha dan Islam. Sebagai contoh kenduri untuk selamatan bagi orang yang
meninggal, dalam kenduri tersebut telah menjadi satu kesatuan dalam
budaya Jawa. Kita bisa lihat adanya budaya dari Jawa, hindu, Budha dan
Islam telah menyatu dalam pelaksanaan kenduri tersebut.
Kenduren pada dasarnya adalah ritual selametan yakni berdoa bersama
yang dihadiri para tetangga dan dipimpin oleh pemuka adat atau tokoh
yang dituakan di satu lingkungan. Biasanya disajikan juga tumpeng
lengkap dengan lauk pauknya yang nantinya akan dibagikan kepada yang
hadir.
Dalam tradisi Jawa, Kenduren sendiri terdiri dari berbagai jenis. Kenduren Wetonan, Sabanan, Likuran, Badan, Ujar, dan Muludan.Kendurenan Wetonan merupakan selametan yang dilakukan pada hari
lahir. Hal in ini juga kerap dilakukan hampir setiap warga. Tidak semua
anggota keluarga dilakukan tradisi Kenduren Weton saat ia merayakan hari
lahir. Biasanya satu keluarga hanya merayakan satu kali wetonan yakni
pada saat hari lahir anak tertua dalam keluarga tersebut.
Selain itu adapula yang disebut Kenduren Sabanan atau Munggahan. Hal
ini dilakukan saat menjelang bulan ramadhan. Tujuan kenduren ini adalah
untuk selametan menaikan para leluhur yang sudah meninggal. Sebelum
dilakukan kenduren Wetonan ini, dilakukan dahulu ritual nyekar ke makam
para leluhur. Kenduren ini pun memiliki sajian wajib yakni ayam
panggang.
Ada juga Kenduren Likuran yang dilaksanakan setap tanggal 21 Ramadhan
dalam kalender Arab. Kenduren ini dilakukan bertepatan dengan perayaan
Nuzulul Qur’an. Biasanya dilakukan dalam lingkup kecil yakni sekitar
rumah. Warga membawa makanan masing-masing yang nantinya akan dimakan
secara bersama-sama setelah melakukan ritual pembacaan doa.
Ada pula Kenduren Badan atau dikenal dengan Lebaranan. Ritual ini
dilakukan pada hari Raya Idul Fitri. Kenduren ini pada dasarnya
merupakan ritual lanjutan dari Kenduren Sabanan dimana pada saat itu
Kenduren dilaksanakan untuk ‘menaikan’ para leluhur sedangkan kenduren
Badan bertujuan untuk ‘menurunkan’ para leluhur. Ritual pun sama yakni
diawali dengan ritual nyekar ke makam para leluhur.
Selain itu ada juga Kenduren Ujar sebagai penepatan janji bagi
seseorang yang memiliki maksud atau hajat tertentu. Dalam tradisi Jawa,
Kpada Kenduren ini wajib disajikan ayam panggang.
Terakhir yakni Kenduren Muludan yang dilakukan disetiap tanggal 12
bulan Maulid dalam kalender Arab. Sebenarnya Kenduren ini merupakan
perayaan kelahiran Nabi Muhammad yang dilakukan dengan ritual mbeleh
wedus (menyembelih kambing) yang dimasak sebagai becek (gulai).
Kenduren memang sebuah tradisi yang masih dipertahankan hingga saat
ini. Meski terkesan sederhana, tradisi ini memang memiliki makna yang
mendalam sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tradisi ini juga positif secara sosial kemasyarakatan karena dapat
memperkuat ikatan sillahturahmi satu sama lain. Tidak heran jika tradisi
ini dikatakan sebagai tradisi yang sangat merakyat.
Kenduri sendiri memiliki tiga tahapan. Tiga tahapan yang harus ada dalam kegiatan kenduri adalah :
(1) persiapan
(2) pembacaan doa
(3) penutup.
Tahapan pertama berupa persiapan beragam makanan sesuai dengan jenis dan tujuan selamatan.
Tahap kedua berupa kegiatan pembacaan doa yang dilakukan oleh orang yang dianggap “tua” dan “tahu”. Tahap kedua ini berisi :
(1) pengantar doa dalam bahasa Jawa, disebut dengan ujub
(2) pembacaan doa dalam bahasa Arab.
Tahap ketiga berupa pelaksanaan kegiatan simbolis yang harus dilakukan oleh para peserta upacara. Teks ujub mengandung tiga aspek sastra, yaitu :
(1) bunyi
(2) arti
(3) tematik.
Dari aspek bunyi, teks ujub mengandung (a) efoni, (b) aliterasi, (c) asonansi, dan (d) konsonansi. Dari aspek arti, teks ujub mewakili konsep hubungan antara manusia dengan (a) Tuhan, (b) sesamanya, (c) alam yang tampak, (d) alam yang tidak tampak, dan (e) dirinya sendiri. Dari aspek tema, teks ujub mengandung tema-tema (a) permintaan doa selamat, (b) permintaan menguasai alam, khususnya bumi dan air, dan (c) penghormatan kepada para arwah.
sumber : kampungjawa.com - journal.um.ac.id - palingindonesia.com
0 comments:
Post a Comment