Powered by Blogger.

MERTI DUSUN / DESA

Indonesia dulu terkenal dengan budaya guyubnya. Satu rasa satu sama. Saat ini seiring dengan arus perubahan zaman yang disertai pergeseran tata nilai, struktur sosial masyarakat berubah dari masyarakat paguyuban menjadi patembayan. Masyarakat desa saat ini diidentikan dengan struktur paguyuban sedangkan masyarakat kota sama dengan patembayan.
Dengan adanya perubahan tata nilai, maka ada pula tradisi-tradisi yang berubah. Orang Jawa pada umumnya, termasuk orang Jogja setiap kali selesai melakukan panen raya selalu mengadakan upacara yang disebut Merti Desa. Merti Desa atau bersih desa merupakan sebuah wujud kearifan lokal yang sempat terombang-ambing di tengah arus perubahan nilai termasuk dengan derasnya nilai budaya asing yang masuk ke negeri kita. Kini semangat yang terkandung di dalam Merti Desa sepatutnya direvitalisasi dalam sebuah momen yang menggugah rasa kebersamaan masyarakat, khususnya di perkotaan, untuk sejenak melepaskan kesibukan kerja dan kembali menjalin komunikasi dengan tetangga atau masyarakat di lingkungan sekitar. Pemerintah Provinsi Jogja saat ini kembali menggalakkan perayaan Merti Desa di kalangan masyarakat.
Merti Desa atau bersih desa pada hakikatnya merupakan sebuah kegiatan yang menjadi simbol rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas segala karunia yang diberikan-Nya. Karunia tersebut bisa berupa apa saja seperti rezeki, keselamatan atau juga kesalarasan dan ketentraman. Lebih dari itu, merti desa juga merupakan sebuah wadah di mana para penduduk bisa membina tali silaturahmi, saling menghormati, serta saling tepa selira. Seperti diketahui bersama bahwa ketiga hal tersebut sudah mulai jarang terkespresikan di dalam masyarakat. Padahal terlepas dari berbagai kemudahan teknologi yang bisa mempermudah tali silaturahmi misalnya, sebagai makhluk sosial sejatinya kita perlu berinterksi dan bertemu langsung dengan masyarakat lainnya.
Selain sebagai manifestasi rasa syukur kepada Yang Maha Esa, Merti Desa juga merupakan sebuah perwujudan keselarasan manusia dengan alam. Selama hidupnya manusia telah hidup berdampingan dengan alam dan mengambil banyak materi dari alam. Namun demikian, pemanfaatan itu tidak boleh terlepas dari tata cara sehingga bisa menimbulkan eksploitasi berlebihan terhadap alam. Padahal dalam hakikatnya manusia dan alam saling melengkapi. Jika dalam panen raya, masyarakat mendapatkan hasil yang banyak hal itu tentu saja tidak terlepas dari tata cara pengolahan alam yang baik.
Dalam upacara merthi desa selalu ada gunungan yang dijadikan persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Gunungan itu isinya bisa bermacam-macama. Namun pada umumnya gunungan dibuat hasil bumi lokal seperti buah pisang, ketela rambat atau pohon. Contohnya pada Merti Bumi yang dilaksanakan di daerah Turi Sleman, gunungan yang disajikan biasanya terbuat dari salak yang merupakan hasil bumi paling populer di sana.
Tata cara Merti Desa biasanya diawali dengan pengambilan air dari sendang atau sumber air setempat. Kemudian air tersebut dikirabkan dengan bersama dengan sesajen serta ubo rampe yang telah persiapkan. Jika daerah tersebut memiliki warisan pusaka, maka umumnya pusaka tersebut turut dikirabkan juga. Setelah selesai dikirabkan, gunungan dan ubo rampe akan diperebutkan oleh penduduk setempat. Sebagai rangakaian upacara Merti Desa, selalu ada acara kesenian tradisional seperti jathilan atau wayang kulit. Merti Desa dalam hal ini memang tempat yang sangat ideal untuk mepertemukan kembali masyarakat dari segala ritual atau kesibukan mereka sehari-hari. 
 
Sumber : trulyjogja.com

0 comments:

Post a Comment